Peran Komunikasi Minimalisir Bullying dan Bunuh Diri


Bullying atau perundungan, sering kali ditemui dalam interaksi di lingkungan sekolah, kerja, rumah tangga, bahkan ketika bersosialisasi dengan masyarakat. Bullying memberikan dampak pada kondisi psikologis korban, terlebih jika tidak ada orang lain yang bersamanya.


Seorang psikolog klinis di Tiga Generasi, Alfath Megawati, menjelaskan bahwa bullying terjadi karena:

  • Oknum pembully memiliki rasa kepercayaan diri rendah. Jarang diberikan apresiasi namun sering dikritik, membuat self esteem yang rendah mempengaruhi karakternya untuk menindas orang lain.
  • Pelaku memiliki keahlian sosial yang buruk, tidak mampu berkenalan dekat dengan orang lain.
  • Pelaku memiliki emosi yang kurang baik, melampiaskan kekesalannya kepada objek yang lebih lemah.
  • Lingkungan. Pelaku ikut melakukan bullying karena didorong oleh lingkungan kelompoknya.
  • Pelaku pernah menjadi korban bullying sehingga ingin merasakan kuasa yang lebih tinggi dari yang pernah dirasakan sebelumnya.


Bullying mengakibatkan dampak jangka panjang kepada kedua belah pihak. Pada korban, menimbulkan kebiasaan sering menyendiri, pendiam, pemalu, tidak percaya diri, dan sulit berinteraksi lantaran sering disakiti, dipermalukan, dan dikucilkan. Dunia korban menjadi penuh dengan kesedihan, kegelisahan, depresi, dan kesepian. Alasan ini akan mendorong korban menjadi tak nafsu makan, sulit tidur dan tidak lagi tertarik dengan hal-hal yang sebelumnya digemari. Efek jangka panjang, korban akan mengalami depresi dan kegelisahan tanpa ujung, tak suka melakukan hal-hal yang menyenangkan orang lain, serta sulit membina hubungan baik dengan orang lain.


Pada pelaku, bullying membuat sulit berinteraksi dengan teman-temannya karena perilaku kasar, manipulatif, kejam, tak punya empati, dan tak menyenangkan. Lingkungan menolak orang yang gampang marah, suka kekerasan, dan tidak memiliki value. Para pelaku lebih berisiko kecanduan alkohol dan narkoba saat beranjak dewasa, sering terlibat perkelahian, vandalisme, dan tidak memiliki riwayat pendidikan yang baik.


Bunuh diri adalah pikiran tentang kematian yang diakibatkan oleh diri sendiri. Biasanya didasari karena kondisi kejiwaan yang kurang baik, tingkatan paling sederhana yaitu stress. Stress bisa dialami oleh siapa saja, bahkan oleh anak-anak sekalipun. Psikolog dari Lembaga psikologi Personal Growth Jakarta, Ratih Ibrahim, menjelaskan bahwa stress pada anak kerap terjadi karena overstimulating, ditambah komunikasi dua arah antara anak dan orang tua kurang baik. Stress juga bisa timbul akibat pergaulan dan tekanan sosial, bullying salah satunya.


Pemicu lain terjadinya stress adalah kekurangan nutrisi, pola makan yang salah, dan jam tidur tidak teratur, ini sering terjadi pada kalangan mahasiswa. Pemicunya banyak, salah satunya adalah jadwal aktivitas yang padat ditambah sulitnya manajemen waktu. Kekurangan serotonin (5-HT) dan metabolitnya, asam 5-hidroksi (5-HIAA), dan peningkatan di salah satu reseptor postsinaptik 5-HT (5-HT2A) berimplikasi pada perilaku bunuh diri.


Menangani dampak bullying sejalan dengan pencegahan bunuh diri, hal ini karena keduanya sama-sama memiliki kesamaan dalam kaitan psikologi. Melalui komunikasi, terdapat beberapa hal yang dapat dilakukan untuk menangani kasus bullying yang terjadi di dunia pendidikan:

1.       Mendengarkan korban dengan cermat, dan memberikan dukungan emosional yang dibutuhkan.

2.       Mengajukan pertanyaan yang tepat, tidak mengintimidasi, dan tidak berlebihan.

3.       Memposisikan diri dengan sebagai korban. Dengan memandang dari sudut pandang yang sama, korban akan merasa aman dan nyaman untuk berbagi cerita.

4.       Membantu korban melaporkan tindakan bullying ke pihak sekolah.

5.       Menghubungi orang tua korban dan pelaku, menjelaskan situasi yang terjadi, dan mengawal langkah-langkah yang diambil oleh pihak sekolah.

6.       Memfasilitasi diskusi dengan pelaku dan berikan arahan bahwa bullying merupakan tindakan yang tidak bisa diterima.

7.       Memberikan sanksi yang tegas kepada pelaku.

8.       Melakukan follow up secara teratur untuk melihat perkembangan korban dan memastikan korban berada dalam situasi aman.

 

Bullying yang tidak diatasi dengan baik nantinya akan membuat korban menganggap dirinya tidak berharga, harga diri rendah ini nantinya akan menyebabkan depresi dan depresi selalu berkaitan pada perilaku mencederai diri. Orang dengan depresi menginginkan bantuan untuk keluar dari ketegangan mereka dibanding membunuh diri sendiri.


Bunuh diri berkaitan erat dengan tiga aspek kepribadian, yaitu permusuhan, impulsif, dan depresi. Orang yang paling berisiko untuk melakukannya adalah orang yang memiliki metode yang sangat mematikan, rencana spesifik, dan sarana yang tersedia. Orang yang berisiko bunuh diri memiliki tingkatan yang berbeda-beda sehingga tidak dapat disamakan cara penyelesaiannya. Tingkatan ini dapat dilihat dari keadaan jiwa, suasana hati, penyalahgunaan zat, skizofrenia, dan gangguan ansiestas.


Cara melindungi orang dengan risiko bunuh diri yang paling terapeutik adalah mengkomunikasikan harapan, sehingga orang tersebut merasa lebih baik. Selanjutnya yaitu melindungi dari bahaya, menyediakan keselamatan, meningkatkan harga diri, mengatur emosi dan perilaku, serta memobilisasi dukungan moral.


Untuk memaksimalkan komunikasi dengan seseorang yang mengalami gangguan kejiwaan (klien), komunikator (perawat) perlu menjalankan komunikasi terapeutik yang terbagi atas empat tahap, yaitu:

1.       Tahap Persiapan/Pra Interaksi

        perawat mengeksplorasi perasaan, harapan, kecemasan, dan kekuatan diri sendiri. Mengumpulkan data klien dan merencanakan pertemuan.

2.       Tahap Perkenalan/Interaksi Pertama

        Membina hubungan saling percaya, merumuskan kontrak dan tujuan. Perawat menggali pikiran, perasaan, dan mengidentifikasi masalah klien.

3.       Tahap Kerja/inti keseluruhan proses komunikasi

        Membina hubungan saling percaya, merumuskan kontrak dan tujuan. Perawat menggali pikiran, perasaan, dan mengidentifikasi masalah klien.

4.       Tahap Terminasi/Akhir Pertemuan

        Perawat mengevaluasi pencapaian tujuan dari interaksi yang telah dilaksanakan, melakukan evaluasi subjektif, menyepakati tindak lanjut, dan membuat kontrak untuk pertemuan berikutnya.


Teknik komunikasi untuk menghadapi respon klien adalah bertanya – mendengar – mengulang – klarifikasi – refleksi – memfokuskan – diam – memberi informasi – menyimpulkan – mengubah cara pandang – eksplorasi – membagi persepsi – mengidentifikasi tema – humor dan memberi pujian.

 

Teknik berkomunikasi dengan orang yang memiliki gangguan kejiwaan yaitu:

  • Teknik mendengarkan, merupakan Teknik awal berkomunikasi.
  • Teknik bertanya, untuk mendorong dan memancing komunikan mengungkapkan perasaannya.
  • Teknik menyimpulkan, merupakan perasaan solusi yang akan direncanakan untuk berkomunikasi selanjutnya.
  • Teknik mengubah cara pandang, komunikan kadang menciptakan dan mengolah kata-kata yang kalau balau sehingga komunikator harus memahami pesan dari sudut pandang lainnya.

 

Satu hal lagi yang perlu diperhatikan saat berinteraksi dengan korban bullying dan orang dengan risiko bunuh diri yaitu dengan tidak melabelinya dengan julukan yang tidak mereka sukai dan yang membawa dampak negatif. Labelling theory menyebutkan bahwa proses penjulukan begitu dahsyat hingga korban salah tafsir dan tak mampu menolak pengaruhnya. Teori konsep diri menyatakan bahwa persepsi kita mengenai diri kita bergantung pada persepsi orang lain terhadap kita yang kemudian kita internalisasikan. Seorang sosiolog klasik menyatakan “if men define situations as real, they are real in their consequences” (Jones, 1985).

 

Referensi

Asman, Aulia, dkk. 2023. Komunikasi Keperawatan. Sukoharjo: Penerbit Pradina Pustaka. https://www.google.co.id/books/edition/Komunikasi_Keperawatan/IAOvEAAAQBAJ?hl=id&gbpv=1&dq=komunikasi+jiwa&pg=PA143&printsec=frontcover

Chahyani, Lia. 2021. Bullying dan Perubahan Perilaku Anak. Jakarta: TEMPO Publishing.

Gail W. Stuart. 2023. Prinsip dan Praktik Keperawatan Kesehatan Jiwa Stuart. Winsland House: Elsevier Pte Ltd. https://www.google.co.id/books/edition/Prinsip_dan_Praktik_Keperawatan_Kesehata/WamJEAAAQBAJ?hl=id&gbpv=1&dq=bunuh+diri&pg=PA279&printsec=frontcover

Irmayanti, Nur. 2023. Bullying Dalam Prespektif Psikologi. Padang: PT Global Eksekutif Teknologi. https://www.google.co.id/books/edition/Bullying_Dalam_Prespektif_Psikologi_Teor/jMbKEAAAQBAJ?hl=id&gbpv=1&dq=bullying+dan+perubahan+perilaku&pg=PA59&printsec=frontcover

Mulyana, Deddy. 2017. Membongkar Budaya Komunikasi. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. https://www.google.co.id/books/edition/Membongkar_Budaya_Komunikasi/UdiDDwAAQBAJ?hl=id&gbpv=0

Murtie, Afin. 2014. All About Kesehatan Anak. Yogyakarta: Trans Idea Publishing. https://opac.perpusnas.go.id/DetailOpac.aspx?id=1004396

 

 

Komentar